»

Laman

Senin, 01 Januari 2018

Geliat Kampung Sinau Melalang Buana hingga Jerman



Memasuki Kelurahan Cemorokandang, Kota Malang, kita akan disuguhi dengan pemandangan yang asri. Kampung yang merupakan cikal bakal berdirinya sebuah komunitas belajar “Kampung Sinau” (KS) ini didirikan atas inisiatif Karang Taruna RW 4, Cemorokandang. Sudah ada sejak Juni 2012, KS berada dalam naungan program kerja Karang Taruna. Menurut Mansyur, perintis KS, nama “Kampung Sinau” baru tercetus pada 28 Maret 2015. “Karena volunteer bertambah banyak, maka dikasih nama saja”, ujar pria bernama lengkap M. Thoha Mansyur Al Badawy ini.
Sejak awal berdiri, KS memang menjadi pusat dari komunitas-komunitas lain. Total 92 komunitas yang bergabung. Diantaranya komunitas pecinta lingkungan, seni, tari, dll. Banyaknya komunitas yang bergabung menandakan bahwa program ini cukup terkenal hingga ke luar kampung. Pengajar, murid, hingga relawan pun banyak berdatangan dari luar. “Dulu pengajarnya dari anak-anak kampung sendiri. Berpusat di rumah saya, lalu berkembang menjadi bimbel di rumah-rumah pengajar lain,” ungkap mahasiswa Teknik Indusri, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.
Saat ini, KS berfokus pada pembelajaran seni dan bahasa. Kegiatan mingguan yang sudah diikuti 113 pengajar dari berbagai kampus ini mengajarkan tari, musik, dan lukis. Selain itu, KS menggandeng mahasiswa sastra untuk mengajarkan bahasa Jerman dan Inggris. Uniknya, kegiatan belajar mengajar dilakukan di alam bebas. KS memang mempunyai tujuh basecamp yang semuanya berada di alam, seperti rumah batik, Omahkandang, gazebo, rumah bambu, TPQ Darussalam, kolam, dan panggung terbuka. “Pusatnya ada di Omahkandang, soalnya luas,” imbuh pria yang bercita-cita menjadi guru ini.
Kegiatan KS merambah hingga ke luar kampung. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya event nasional tahunan bertajuk “Pelangi Nusantara” yang merupakan pameran karya anak didik yang berupa lukisan, kerajinan tangan, ataupun pentas seni yang berupa tari dan teater. Geliat KS menunjukkan perkembangan, hingga 2017 murid berjumlah 172 lebih, mulai dari PAUD hingga SMA. Kuantitas ini tentu berbanding lurus dengan kualitas prestasinya. Terbukti, hasil lukisan anak-anak sudah melalang buana sampai ke Jerman. Kesuksesan KS tentu tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. “Semoga juga mendapat dukungan dari pemerintah. Motivasi saya mendirikan KS selain membantu anak-anak belajar juga ingin menjadikan Cemorokandang sebagai kampung wisata,” ujar pria berperawakan tinggi ini.

Kamis, 30 Oktober 2014

Analisis Novel "Namaku Hiroko"



      Judul Novel                             : Namaku Hiroko
      Pengarang Novel                     : Nh. Dini
      Tahun terbit                             : 1977
      Penerbit                                   : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
     Jumlah Halaman                      : 247 halaman
     Unsur-Unsur Intrinsik             :

·         Tema   : Kisah hidup Hiroko yang merantau ke kota besar untuk memperbaiki perekonomiaanya.
·         Tokoh dan Penokohan                        :
a.       Hiroko                   : Pekerja keras, gegabah, mempunyai nafsu yang besar, ambisius, optimistis, penurut, mudah bersosialisasi dengan lingkungan baru, materialistis, memandang seseorang hanya dari fisik dan hartanya saja.
b.      Tomiko                  : Baik hati dan ringan tangan.
c.        Emiko                   : Sabar, tidak pernah marah, lembut, tegas, bijaksana.
d.      Sanao                    : Tidak bertanggungjawab, bernafsu besar.
e.       Nakajima-san        : Pendiam, dermawan, pengertian, suka menolong.
f.       Yukio Kishihara    : Kaku, bernafsu besar, dermawan.
g.      Suprapto                : Sopan, baik hati, rela berkorban, bertanggung jawab, rajin belajar.
h.      Natsuko                 : Kaku, pendiam, sulit bergaul, sopan santun, patuh pada norma dan nilai-nilai kebudayaan, penurut, baik hati.
i.        Yoshida                 : Tidak setia, bernafsu besar, genit.
·      Latar                                        :
a.       Latar tempat                      :
Ø  Jepang       : Kyushu (tempat asal Hiroko), Tokyo, Kyoto, Rokko, Osaka.
Ø  Indonesia   : Jawa Tengah, Bali, Jakarta.
b.      Latar waktu                       : Peristiwa pada novel ini terjadi setelah Perang Dunia ke-II berakhir.
c.       Latar suasana                     :
Ø  Menyedihkan        : Terjadi ketika penulis menceritakan keadaan keluarga Hiroko yang serba kekurangan. Selain itu, terjadi ketika Natsuko (sahabat Hiroko) mencoba bunuh diri karena frustasi dengan keadaan keluarganya.
Ø  Mengharukan        : Terjadi ketika penulis menceritakan perjuangan keras Hiroko dalam usaha memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya.
Ø  Menegangkan       : Terjadi pada saat Yoshida marah pada Hiroko karena Hiroko pergi tanpa sepengetahuannya.
Ø  Membahagiakan   : Terjadi pada saat Hiroko merasa puas pada apa yang sudah dimilikinya meskipun ia hanya menyandang gelar sebagai wanita simpanan.
d.      Alur                                   : Novel ini menggunakan alur maju, karena diawali dengan kehidupan tokoh utama yang serba kekurangan, kemudian dilanjutkkan dengan perjuangannya untuk memperbaiki keadaan ekonomi.
e.       Gaya bahasa                      : Gaya bahasa penulis banyak menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Jepang. Selain penggunaan bahasa Jepang, penulis juga menyesuaikan penggambaran suasana sesuai dengan kondisi Jepang saat itu.
f.       Sudut pandang                  : Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama.
g.      Amanat                              :
Ø  Bersemangatlah untuk menggapai cita-cita kalian, karena cita-cita tidak akan bisa berhasil jika kita hanya bermalas-malasan saja.
Ø  Janganlah memandang seseorang dari segi fisik dan materi saja, karena itu bukanlah tolok ukuran kebaikan seseorang.
Ø  Janganlah selalu menuruti nafsu duniawi kita, karena tujuan hidup bukan hanya untuk duniawi saja.
Ø  Jadilah orang yang mawas diri dan dapat menyaring antara hal yang baik untuk dilakukan dan buruk untuk ditinggalkan.