Membelai memori yang tak kunjung ganti
Ah, dia lagi! Mengapa sepagi ini?
Kucoba menoleh, membelakangi garis takdir
Dan takdirku sebatas garis tidur
Yang menjadi ranjang antara kau dan hipotenusa
Bukankan begitu di matamu, Sayang?
Kugantung senyum melengkung, walau melihatmu aku berperang jantung
Tak apa, memang dulu kau garis tegakku
yang selalu kau gambar jalan siku-siku antara kau dan aku
Kau dan aku di usangnya meja bangku ,
Tegak lurus menulis lembar kisah cinta yang memaku.
Bukankah itu kenangan, Sayang?
Dan kini garis tidur akan menghitung mundur
Seolah diatur dentang detik pada jam kelas kita
Kau mulai menitik garis di lembar kisah cinta
Entah mengapa garis itu kau buat panjang, melampaui hari kita berjumpa
Oh, diakah hipotenusa, Sayang?
Garis miring asing yang menyingkirkanku dari perhitunganmu
Dan aku memaku, membiarkan kau tegak bersama hipotenusa,
di punggung ranjang garis tidurku.
Amalia Sahid
Di pinggir padatnya Kediri,
30 Nov '13