Naufalia bergegas
Merapikan lembar-lembar kecemburuan
Dalam rak hatinya yang kian rapuh dimakan cinta.
Ia terus menapakkan kakinya dalam medan berombak
Lukisan ombak dimatanya kian mengalir
Semburat senyum di bibir mungil belum jua terukir.
Naufalia tak sabar, ia menerka-nerka takdirnya
Ia susun kembali lembar sinema yang tak kunjung tamat
Ia teriris, memaki takdir yang kian menyudutkan.
Naufalia kembali menatap
Bunga mawar menunduk dengan kelopak menghitam
Sang fajar telah menitipkan hatinya disana
Yang kini menetap, enggan pergi
Meski sang penghuni tak jua kembali
Naufalia bertanya pada dosa-dosa
Tapi dosa tinggalah dosa
Tuhan memaafkan, mungkin sang fajar berkata lain
Sang fajar telah beku, hinggap di hati tetangga
Luka Naufalia kian menganga
Sedang sang bunga tak lagi bicara
Ia tlah putus asa terbakar takdir.
Naufalia bergegas
Ia sekarat, ia berjuang, kemudian ia hidup
Ia tulis lagi sinema takdirnya
Ia susun episode-episode hidupnya
Naufalia bebas dari mimpi sang fajar
Ia topang hatinya bersama tiang-tiang senja
Seterusnya, tanpa bunga, tanpa fajar.
Di kebekuan subuh, 17 November ‘13
1 komentar:
Aku masih disini
Posting Komentar