Lahirnya
Prosedur Kritik Sastra Aliran Rawamangun
·
Metode
kritik sastra aliran Rawamangun diproklamasikan oleh M.S. Hutagalung pada tahun
1975. Pada saat itu kritik sastra akademik sudah berlangsung sekitar 20 tahun.
·
Tokoh
kritikus Rawamangun pada saat itu adalah J.U. Nasution, Boen Sri Oemarjati,
M.S. Hutagalung, M. Saleh Saad.
·
Kritik
sastra akademik biasanya dilakukan oleh kalangan akademisi, misalnya
sarjana sastra, ahli sastra, atau para calon sarjana sastra.
·
Nama Rawamangun diambil dari nama daerah lokasi kampus Fakultas Sastra
UI di Rawamangun.
·
Pada
umumnya, tulisan para tokoh kritikus berupa kritik terapan, yaitu skripsi,
tesis, sarjana, dan disertasi.
Teori Kritik Sastra Aliran
Rawamangun
·
Kritik sastra Rawamangun ini
keilmiahannya tampak dalam sistematika dan penggunaan metode yang ilmiah.
·
Untuk mendukung pendapat mereka,
pada umumnya mereka berlandaskan pada teori-teori (kritik) sastra para ahli
sastra yang berhubungan.
·
Kelompok Rawamangun dapat dimasukkan
ke pendekatan objektif. Mereka mengutamakan karya sastranya sendiri sebagai
objek penelitian.
·
Di samping teori kritik objektif,
metode kritik Rawamangun ini juga menggunakan teori kritik ekspresif dan
mimetik, bahkan juga teori kritik pragmatik. Penggunaan teori yang terlihat
bercampur-campur itu yang menunjukkan mereka belum sadar akan ketaatasasan
penelitian secara ilmiah.
·
Teori kritik ekspresif adalah kritikus selalu menghubungkan karya
sastra dengan pengarangnya. Contoh dari tipe ekspresif adalah J.U. Nasution
mengkritik sajak-sajak Situmorang dan membicarakan juga sajak penyair lain.
Orientasi ekspresif tampak dalam kutipan berikut ini:
Takdir
melihat gelombang, ia mengumpamakan suatu perjuangan hidup yang bergerak terus,
sedangkah Sanusi Pane merasa bersama biduknya perlahan-lahan ikut dalam laut
yang beralun-alun. Jadi, juga melukiskan suatu tempat yang tenang, tempat ia
bernyanyi dengan damai (1963:27).
·
Teori
kritik pragmatik adalah kritikus yang menilai karya sastra sesuai anggapan
masyarakat. Dalam hubungannya dengan masyarakatnya, hasil seni (sasta)
merupakan sistem norma, konsep-konsep ide yang bersifat intersubjektif dan
diterima sebagai sesuatu yang ada dalam ideologi kolektif: berkembang
bersamanya, turut berubah bersamanya, turut bergerak dengannya.
·
Kritik
sastra aliran Rawamangun adalah aliran strukturalisme. Artinya penelitian karya
sastra diusahakan seobjektif mungkin sesuai dengan hakikat sastra sendiri dan
sistem nilai yang mungkin berubah, maka penilainya bukanlah penilaian absolut
dan bukannya relativisme yang hanya menuruti massa.
·
Ciri-ciri
metode strukturalisme:
a.
Perhatianya
terhadap keutuhan (totalitas).
b.
Strukturalisme tidak menelaah
struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada di bawah atau di balik
kenyataan empiris.
c.
Analisis yang dilakukan oleh kaum
strukturalis menyangkut struktur yang sinkronis.
d.
Aliran strukturalisme merupakan
metode pendekatan antikausal.
Tahap-Tahap
Metode Rawamangun:
a.
Tahap
Eksplorasi
Seorang
kritikus dengan sikap “skeptis (serba ingin tahu)” dan “curiousity (serba
menanya)” melakukan penjelajahan sambil melakukan penikmatan.
Contohnya: di dalam benak kita selalu bertanya-tanya mengapa cerpen atau novel ini diawali dengan klimaks, apakah secara kebetulan saja atau memang berkaitan dengan penataan artistik. Kemudian kritikus melakukan penafsiran penafsiran keseluruhan (bukan secara fragmatik) serta memadukannya dengan pengalaman membaca-membaca karya-karya cerpen atau novel. Sehingga dalam proses ini diperlukan banyak membaca agar dalam mengawali suatu penelitian kritik sastra, kritikus mampu mengawalinya.
Contohnya: di dalam benak kita selalu bertanya-tanya mengapa cerpen atau novel ini diawali dengan klimaks, apakah secara kebetulan saja atau memang berkaitan dengan penataan artistik. Kemudian kritikus melakukan penafsiran penafsiran keseluruhan (bukan secara fragmatik) serta memadukannya dengan pengalaman membaca-membaca karya-karya cerpen atau novel. Sehingga dalam proses ini diperlukan banyak membaca agar dalam mengawali suatu penelitian kritik sastra, kritikus mampu mengawalinya.
b.
Tahap Identifikasi
Tahap
ini menurut seorang kritikus untuk bersedia menempatkan dirinya dalam karya
sastra yang ditelaah. Hal ini bukan berarti kritikus melebur dan terhanyut
dalam karya sastra yang dikaji. Kritikus yang baik akan menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dikaji. Tujuan tahap identifikasi adalah untuk
mencapai hasil kritikannya benar-benar akurat atau lebih esensial dapat
menyingkap atau menerangjelaskan makna serta nilai-nilai karya sastra yang
dikaji.
c.
Tahap Analisis
Pada
tahap analisis dilakukan pembedahan karya sastra sampai sekecil-kecilnya.
Sehingga seorang kritikus dituntut memiliki wawasan yang luas dengan
argumentasinya yang tajam. Kritikus yang baik tidak akan menerogoh dalam-dalam
ciri khas karya sastra yang dibedah. Tujuan tahap ini adalah untuk menunjukkan
segala unsur yang ada, relasi yang dibangun baik intrinsik maupun ekstrinsik
sebagai jaringan sistem.
d.
Tahap Kesimpulan
Pada
tahap ini, seorang kritikus akan memberikan konklusi bahwa unsur karya sastra
yang dianalisis ditentukan polanya, aspek tematiknya, kecenderungan penggunaan
sarana retoriknya atau unsur-unsur lain sesuai dengan tujuan analisisnya.
e.
Tahap Evaluasi
Seorang
kritikus akan memberikan penilaian tentang kualitas karya sastra yang ditelaah.
Dasar penilaian yang digunakan yaitu pendekatan kritik sastra apa yang
digunakan, kriteria mana yang digunakan dan mengaitkannya dengan studi sastra
yang lain. Selain itu teori atau falsafah mana yang dianut atau diyakini
kebenarannya oleh kritikus sastra.
Kelemahan dan Kelebihan Metode Kritik Sastra Aliran Rawamangun
Rawamangun menggunakan pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang dilakukan kritikus berdasarkan karya sastra itu sendiri. Pendekatan yang seperti itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari aliran Rawamangun yang menggunakan pendekatan objekif ini adalah pembahasan strukturalnya yang menjadi lebih terfokus. Dengan demikian pembahasan mengenai struktur dikaji secara lebih detail dan mendalam. Sedangkan metode struktural tersebut memang sangat penting untuk mengkaji suatu karya sastra. Semua aliran akan membutuhkan pembahasan struktural. Inilah yang menjadi kelebihan Rawamangun yang menitikberatkan kajiannya pada metode struktural.
Sumber :
Djoko
Pradopo, Rachmat Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gamamedia.
Suwignyo, Heri. 2013. Kritik Sastra Indonesia Modern. Malang: A3
Yudiono. 2009. Pengkajian
Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia Widiasarana
0 komentar:
Posting Komentar