»

Laman

Kamis, 30 Oktober 2014

Analisis Novel "Namaku Hiroko"



      Judul Novel                             : Namaku Hiroko
      Pengarang Novel                     : Nh. Dini
      Tahun terbit                             : 1977
      Penerbit                                   : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
     Jumlah Halaman                      : 247 halaman
     Unsur-Unsur Intrinsik             :

·         Tema   : Kisah hidup Hiroko yang merantau ke kota besar untuk memperbaiki perekonomiaanya.
·         Tokoh dan Penokohan                        :
a.       Hiroko                   : Pekerja keras, gegabah, mempunyai nafsu yang besar, ambisius, optimistis, penurut, mudah bersosialisasi dengan lingkungan baru, materialistis, memandang seseorang hanya dari fisik dan hartanya saja.
b.      Tomiko                  : Baik hati dan ringan tangan.
c.        Emiko                   : Sabar, tidak pernah marah, lembut, tegas, bijaksana.
d.      Sanao                    : Tidak bertanggungjawab, bernafsu besar.
e.       Nakajima-san        : Pendiam, dermawan, pengertian, suka menolong.
f.       Yukio Kishihara    : Kaku, bernafsu besar, dermawan.
g.      Suprapto                : Sopan, baik hati, rela berkorban, bertanggung jawab, rajin belajar.
h.      Natsuko                 : Kaku, pendiam, sulit bergaul, sopan santun, patuh pada norma dan nilai-nilai kebudayaan, penurut, baik hati.
i.        Yoshida                 : Tidak setia, bernafsu besar, genit.
·      Latar                                        :
a.       Latar tempat                      :
Ø  Jepang       : Kyushu (tempat asal Hiroko), Tokyo, Kyoto, Rokko, Osaka.
Ø  Indonesia   : Jawa Tengah, Bali, Jakarta.
b.      Latar waktu                       : Peristiwa pada novel ini terjadi setelah Perang Dunia ke-II berakhir.
c.       Latar suasana                     :
Ø  Menyedihkan        : Terjadi ketika penulis menceritakan keadaan keluarga Hiroko yang serba kekurangan. Selain itu, terjadi ketika Natsuko (sahabat Hiroko) mencoba bunuh diri karena frustasi dengan keadaan keluarganya.
Ø  Mengharukan        : Terjadi ketika penulis menceritakan perjuangan keras Hiroko dalam usaha memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya.
Ø  Menegangkan       : Terjadi pada saat Yoshida marah pada Hiroko karena Hiroko pergi tanpa sepengetahuannya.
Ø  Membahagiakan   : Terjadi pada saat Hiroko merasa puas pada apa yang sudah dimilikinya meskipun ia hanya menyandang gelar sebagai wanita simpanan.
d.      Alur                                   : Novel ini menggunakan alur maju, karena diawali dengan kehidupan tokoh utama yang serba kekurangan, kemudian dilanjutkkan dengan perjuangannya untuk memperbaiki keadaan ekonomi.
e.       Gaya bahasa                      : Gaya bahasa penulis banyak menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Jepang. Selain penggunaan bahasa Jepang, penulis juga menyesuaikan penggambaran suasana sesuai dengan kondisi Jepang saat itu.
f.       Sudut pandang                  : Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama.
g.      Amanat                              :
Ø  Bersemangatlah untuk menggapai cita-cita kalian, karena cita-cita tidak akan bisa berhasil jika kita hanya bermalas-malasan saja.
Ø  Janganlah memandang seseorang dari segi fisik dan materi saja, karena itu bukanlah tolok ukuran kebaikan seseorang.
Ø  Janganlah selalu menuruti nafsu duniawi kita, karena tujuan hidup bukan hanya untuk duniawi saja.
Ø  Jadilah orang yang mawas diri dan dapat menyaring antara hal yang baik untuk dilakukan dan buruk untuk ditinggalkan.


7.      Sinopsis Novel “Namaku Hiroko”
Hiroko gadis berusia 16 tahun yang berasal dari desa Kyusu, Kehidupan Hiroko di desanya perekonomian keluarganya sangat memperhatinkan itulah yang menyebabkan Hiroko untuk mencoba mengadu nasib di kota padahal Hiroko tidak mempunyai keterampilan apapun maklum di desanya Hiroko tidak mampu melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat tinggi, Hiroko mempunyai 2 saudara semua saudaranya lelaki dan Ibu kandung Hiroko telah meninggal dunia sehingga Hiroko diasuh oleh Ibu tiri yang jauh lebih baik dan perhatian dari ibu kandungnya, Sedangkan ayah Hiroko bekerja di sebuah ladang hanya bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.
Setelah Sampai di kota tanpa membawa keterampilan apapun Hiroko bertemu dengan seorang tengkulak yang mengajaknya untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Sejak bekerja mulailah kehidupan Ekonomi keluarga Hiroko membaik. Pekerjaannya dijalaninya dengan suka cita. Karena ingin memperoleh penghasilan yang lebih besar dan ingin menghindari majikannya yang sering mengajaknya berhubungan intim, maka Hiroko mencoba peruntungannya di kota besar, ia melamar pekerjaan di sebuah toko besar sebagai pramuniaga. Merasa Hiroko mempunyai bakat, kemampuan, kemauan keras, dan keluwesannya ia bahkan bukan hanya menjadi pegawai biasa, tetapi juga dipercaya menjadi model bagi produk yang dijual toko itu. Dari sinilah karier Hiroko pun kian menanjak, keuangan membaik dan pergaulannya semakin luas dan bebas.
Karena pergaulannya semakin luas Hiroko mulai berkenalan dengan lawan jenis pertama Hiroko berkenalan dengan Yukio Kishihara. Walaupun Yukio Kishihara menyukai Hiroko tetapi Hiroko mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Yukio bukanlah laki-laki idamannya. Semakin hari kesibukan Hiroko semakin padat ia harus mengunjungi toko-toko cabang diberbagai kota dan memperagakan pakaian dan alat-alat kecantikan. Untuk mendukung penampilannya sebagai model Hiroko mengikuti kursus kecantikan, kepribadian, dan juga kursus dansa.
Setelah Yukio Kishihara yang mendekati Hiroko dan gagal, karena Hiroko merasa Yukio Kishihara bukan lelaki dambaannya giliran Suprapto, pemuda asal Indonesia yang sedang menjalankan tugas belajar di Jepang mendekati Hiroko. Pergaulan antara Suprapto dengan Hiroko cepat akrab dikarenakan kesamaan pandangan dan prinsip pergaulan yang mereka anut. Dari Suprapto pula Hiroko banyak belajar tentang berbagai hal, diantaranya bahasa Inggris dan budaya Indonesia. Hubungannya dengan Suprapto berjalan mulus dan menyenangkan, tetapi ia belum berani menerima lamaran dari Suprapto, karena menurutnya perkawinan antarbangsa sering menimbulkan banyak masalah.
Selang beberapa bulan Suprapto, pemuda Indonesia telah menyelesaikan tugas belajarnya di Jepang dan Suprapto kembali ke Indonesia, tetapi Hiroko pernah berjanji akan berkunjung ke Indonesia maka Hirokopun menepati janjinya untuk berkunjung ke Indonesia. Di Indonesia inilah Hiroko banyak mendapatkan manfaat untuk pengembangan usahanya di Jepang, terutama motif kain batik. Setelah berkunjung ke Indonesia maka Hiroko kembali ke negaranya. Sekembalinya dari Indonesia Hiroko menggantikan pimpinan karena pimpinan sedang sakit.
Pada suatu hari Hiroko mengunjungi sahabatnya yang bernama Natsuko. Sesampai di rumahnya Hiroko bertemu dengan Natsuko dan suaminya yang bernama Yoshida. Dari pertemuan pertama inilah Hiroko menemukan Cintanya antara Hiroko dengan Yoshida dan berujung dengan hubungan cinta. Yoshida sangat tertarik pada Hiroko, sementara Yoshida di mata Hiroko merupakan sosok seorang lelaki yang di idaman-idamkan karena Yoshida tampan, gagah, dan kaya. Seiring dengan berjalannya waktu hubungan Hiroko dengan Yoshida semakin seius tanpa menghiraukan nilai-nilai agama, moral, dan persahabatan Hiroko dengan Natsuko mereka menjalin hubungan layaknya suami-istri, bahkan sebagai wujud cintanya, Yoshida membelikan rumah untuk Hiroko. Kendati menyandang predikat perempuan simpanan, Hiroko tidak peduli karena mereka saling mencinta, saling membutuhkan. Dan Mereka hidup bahagia dengan Lahirnya seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki hasil buah cinta mereka.

8.      Riwayat Hidup Pengarang

Nh. Dini, lahir pada tanggal 29 Februari 1936 di Semarang. Setamat SMA bagian Sastra (1965), ia mengikuti Kursus Pramugari Darat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960, ia nekerja di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut ia bermukim di Jepang, Perancis, Amerika Serikat, dan sejak 1980 ia menetap di Jakarta dan Semarang.
Karyanya: Dua Dunia (1956), Hati yang Damai (1961), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1978), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Sekayu (1981), Amir Hamzah Pangeran dari Seberang (1981), Kuncup Berseri (1982), Tueleries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-Orang Tran (1984), terjemahanny: Sampar (Karya Albert Camus, La Peste; 1985)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih bnyak sobat

Posting Komentar