»

Laman

Jumat, 12 September 2014

Prosedur Kritik Sastra Aliran Rawamangun

Lahirnya Prosedur Kritik Sastra Aliran Rawamangun
·      Metode kritik sastra aliran Rawamangun diproklamasikan oleh M.S. Hutagalung pada tahun 1975. Pada saat itu kritik sastra akademik sudah berlangsung sekitar 20 tahun.
·      Tokoh kritikus Rawamangun pada saat itu adalah J.U. Nasution, Boen Sri Oemarjati, M.S. Hutagalung, M. Saleh Saad.
·      Kritik sastra akademik biasanya dilakukan oleh kalangan akademisi, misalnya sarjana sastra, ahli sastra, atau para calon sarjana sastra.
·      Nama Rawamangun diambil dari nama daerah lokasi kampus Fakultas Sastra UI di Rawamangun.
·      Pada umumnya, tulisan para tokoh kritikus berupa kritik terapan, yaitu skripsi, tesis, sarjana, dan disertasi.

Teori Kritik Sastra Aliran Rawamangun
·      Kritik sastra Rawamangun ini keilmiahannya tampak dalam sistematika dan penggunaan metode yang ilmiah.
·      Untuk mendukung pendapat mereka, pada umumnya mereka berlandaskan pada teori-teori (kritik) sastra para ahli sastra yang berhubungan.
·      Kelompok Rawamangun dapat dimasukkan ke pendekatan objektif. Mereka mengutamakan karya sastranya sendiri sebagai objek penelitian.
·      Di samping teori kritik objektif, metode kritik Rawamangun ini juga menggunakan teori kritik ekspresif dan mimetik, bahkan juga teori kritik pragmatik. Penggunaan teori yang terlihat bercampur-campur itu yang menunjukkan mereka belum sadar akan ketaatasasan penelitian secara ilmiah.
·      Teori kritik ekspresif adalah kritikus selalu menghubungkan karya sastra dengan pengarangnya. Contoh dari tipe ekspresif adalah J.U. Nasution mengkritik sajak-sajak Situmorang dan membicarakan juga sajak penyair lain. Orientasi ekspresif tampak dalam kutipan berikut ini:
Takdir melihat gelombang, ia mengumpamakan suatu perjuangan hidup yang bergerak terus, sedangkah Sanusi Pane merasa bersama biduknya perlahan-lahan ikut dalam laut yang beralun-alun. Jadi, juga melukiskan suatu tempat yang tenang, tempat ia bernyanyi dengan damai (1963:27).
·      Teori kritik pragmatik adalah kritikus yang menilai karya sastra sesuai anggapan masyarakat. Dalam hubungannya dengan masyarakatnya, hasil seni (sasta) merupakan sistem norma, konsep-konsep ide yang bersifat intersubjektif dan diterima sebagai sesuatu yang ada dalam ideologi kolektif: berkembang bersamanya, turut berubah bersamanya, turut bergerak dengannya.
·      Kritik sastra aliran Rawamangun adalah aliran strukturalisme. Artinya penelitian karya sastra diusahakan seobjektif mungkin sesuai dengan hakikat sastra sendiri dan sistem nilai yang mungkin berubah, maka penilainya bukanlah penilaian absolut dan bukannya relativisme yang hanya menuruti massa.
·      Ciri-ciri metode strukturalisme:
a.       Perhatianya terhadap keutuhan (totalitas).
b.      Strukturalisme tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada di bawah atau di balik kenyataan empiris.
c.       Analisis yang dilakukan oleh kaum strukturalis menyangkut struktur yang sinkronis.
d.      Aliran strukturalisme merupakan metode pendekatan antikausal.


Tahap-Tahap Metode Rawamangun:
a.       Tahap Eksplorasi
Seorang kritikus dengan sikap “skeptis (serba ingin tahu)” dan “curiousity (serba menanya)” melakukan penjelajahan sambil melakukan penikmatan.
Contohnya: di dalam benak kita selalu bertanya-tanya mengapa cerpen atau novel ini diawali dengan klimaks, apakah secara kebetulan saja atau memang berkaitan dengan penataan artistik. Kemudian kritikus melakukan penafsiran penafsiran keseluruhan (bukan secara fragmatik) serta memadukannya dengan pengalaman membaca-membaca karya-karya cerpen atau novel. Sehingga dalam proses ini diperlukan banyak membaca agar dalam mengawali suatu penelitian kritik sastra, kritikus mampu mengawalinya.
b.      Tahap Identifikasi
Tahap ini menurut seorang kritikus untuk bersedia menempatkan dirinya dalam karya sastra yang ditelaah. Hal ini bukan berarti kritikus melebur dan terhanyut dalam karya sastra yang dikaji. Kritikus yang baik akan menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dikaji. Tujuan tahap identifikasi adalah untuk mencapai hasil kritikannya benar-benar akurat atau lebih esensial dapat menyingkap atau menerangjelaskan makna serta nilai-nilai karya sastra yang dikaji.
c.       Tahap Analisis
Pada tahap analisis dilakukan pembedahan karya sastra sampai sekecil-kecilnya. Sehingga seorang kritikus dituntut memiliki wawasan yang luas dengan argumentasinya yang tajam. Kritikus yang baik tidak akan menerogoh dalam-dalam ciri khas karya sastra yang dibedah. Tujuan tahap ini adalah untuk menunjukkan segala unsur yang ada, relasi yang dibangun baik intrinsik maupun ekstrinsik sebagai jaringan sistem.
d.      Tahap Kesimpulan
Pada tahap ini, seorang kritikus akan memberikan konklusi bahwa unsur karya sastra yang dianalisis ditentukan polanya, aspek tematiknya, kecenderungan penggunaan sarana retoriknya atau unsur-unsur lain sesuai dengan tujuan analisisnya.
e.       Tahap Evaluasi
Seorang kritikus akan memberikan penilaian tentang kualitas karya sastra yang ditelaah. Dasar penilaian yang digunakan yaitu pendekatan kritik sastra apa yang digunakan, kriteria mana yang digunakan dan mengaitkannya dengan studi sastra yang lain. Selain itu teori atau falsafah mana yang dianut atau diyakini kebenarannya oleh kritikus sastra.

Kelemahan dan Kelebihan Metode Kritik Sastra Aliran Rawamangun

Rawamangun menggunakan pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang dilakukan kritikus berdasarkan karya sastra itu sendiri. Pendekatan yang seperti itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari aliran Rawamangun yang menggunakan pendekatan objekif ini adalah pembahasan strukturalnya yang menjadi lebih terfokus. Dengan demikian pembahasan mengenai struktur dikaji secara lebih detail dan mendalam. Sedangkan metode struktural tersebut memang sangat penting untuk mengkaji suatu karya sastra. Semua aliran akan membutuhkan pembahasan struktural. Inilah yang menjadi kelebihan Rawamangun yang menitikberatkan kajiannya pada metode struktural.


Sumber :
Djoko Pradopo, Rachmat  Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gamamedia.
Suwignyo, Heri. 2013. Kritik Sastra Indonesia Modern. Malang: A3
Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia Widiasarana



0 komentar:

Posting Komentar